Tuesday, November 20, 2018

Sharing Seminar Parenting (part 3)

Hari ini alhamdulillah berkesempatan lagi ikutan seminar parenting-nya Ibu Elly Risman. Alhamdulillah gratisan lagi *mamakgobermodeON*, kali ini dalam rangka Maulid Fest-nya kantor H, jadi bisa datang berdua sama pasangan. Ahiiiw..

Judul seminar kali ini adalah "Tantangan Orang Tua Zaman Now". Bu Elly Risman membuka seminar kali ini dengan hasil kuisioner yang sudah dari beberapa hari kemarin dibagikan ke peserta, dari sekitar 150 orang, yang mengisi hanya 52 orang (termasuk gw). Kuisionernya sendiri tentang pemakaian gadget pada anak. Dan sudah bisa ditebak ya, kebanyakan dari orang tua sudah mengijikan anaknya main gadget di usia balita. Bahkan memberikan handphone sendiri di usia SD. Alasannya beragam tapi yang paling banyak adalah supaya anak anteng dan orang tua bisa menghubungi anaknya lewat HP. Bu Elly Risman dari dulu memang paling keras soal ini, karena tanpa pengawasan, anak-anak bisa kecanduan dan terpapar pornografi. Serem yak? *tutupmuka*

Sebelum lanjut ke sana, Bu Elly memperkenalkan 7 Pilar Pengasuhan, yaitu:
  1. Kesiapan Menjadi Orang Tua
  2. Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan
  3. Tetapkan Tujuan Pengasuhan dan Sepakati
  4. Komunikasi yang Benar, Baik dan Menyenangkan
  5. Orang Tua Yang Menanamkan Nilai Agama
  6. Menyiapkan Masa Baligh
  7. Bijak Memanfaatkan Teknologi


Pilar 1: Kesiapan Menjadi Orang Tua

1. Kenali Pasangan Lebih Jauh

Ada baiknya sebelum menikah, memilih pasangan dengan mengetahui bagaimana dia dibesarkan, apakah dia dari keluarga utuh atau tidak (misalnya orang tuanya cerai), adakah kekerasan dalam keluarganya, dan “ransel” apa yang dibawa. Penting mengetahui itu semua karena akan berpengaruh pada kondisi emosional dalam pengasuhan.

Oia, kesepakatan berapa jumlah anak juga penting. Lagi-lagi karena erat kaitannya dengan kondisi emosional, terutama sang ibu.

“Ransel” yang kita bawa masing-masing harus dikenali, karena pengaruh banget dalam pengasuhan. Sebagai latihan tadi Bu Elly menugaskan untuk masing-masing menulis “ransel” masing-masing. Masalah apa saja yang ada di dalam diri kita, bagaimana itu terjadi, kapan itu terjadi, dan bagaimana perasaan kita tentang masalah tersebut. Lalu bahas dengan pasangan (di luar seminar aja sih, yang penting nulis dulu agar kita kenal dengan diri sendiri).

2. Selesaikan Inner Child yang mempengaruhi seluruh peran dan cara mengasuh anak

Inner child itu anak kecil yang terperangkap dalam tubuh dewasa. Secara tidak sadar, cara kita membesarkan anak kita sama dengan bagaimana orang tua kita membesarkan kita. Kalau dulu orang tua kita dikit-dikit ngomel sama kita karena hal kecil, maka secara tidak sadar kita juga akan berperilaku seperti itu kepada anak kita. Ini yang harus diputuskan. Saat inner child muncul, seperti anak kecil sedang mengasuh anak kecil. Maka yang harus dilakukan pertama kali adalah berdamailah dengan masa lalu. Maafkan lah orang tua kita. Jangan dendam. Lalukan hand cataleptic: tangan kita seolah mengambil masalah dari tubuh dan membuangnya. Lakukan berulang-ulang sampai terasa ringan.

Segera ubah pengasuhan anak sebelum anak kita baligh.
Bayar hutang dengan anak dengan cara dicicil.

3. Pahami cara kerja otak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (alhamdulillah kemarin sudah dapat ilmunya di sini)

4. Perbaiki peran dan tanggung jawab suami istri à menjadi orang tua itu harus menyenangkan, dalam pengasuhan ingat BMM: berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Jangan pakai emosi.

5. Penuhi peran ayah dan ibu

Pilar 2: Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan

Kedua orang tua harus terlibat dalam pengasuhan. Indonesia termasuk negara yang fatherless. Padahal Ayah berperan sangat penting dalam pengasuhan.

Keuntungan jadi ayah yang terlibat dalam pengasuhan, menurut  Ellison, C., Coltraine, St. Aubin:
  • Dapat membina relasi
  • Lebih efisien
  • Lebih mampu memperhatikan hal-hal yang detail
  • Lebih fokus
  • Lebih cerdas
  • Lebih waspada
  • Penuh perhatian
  • Lebih sabar
  • Tidak terlalu gelisah
  • Lebih penolog
  • Lebih alim
Rata-rata, anak-anak hanya punya waktu kurang dari 1 jam setiap hari untuk kontak dengan ayahnya.
Apa akibatnya? Fatherless syndrome, temper tantrum, kehilangan rasa aman, fisik/emosi/psikologis buruk,  agresif, rentan peer preasure, cenderung suka sejenis, broken home (rentan cerai/bunuh diri).

Dalam pengasuhan ayah dan ibu harus menyadari pentingnya peran kedua orang tua, harus ada kesepakatan, harus ada pembagian tugas, dan ayah harus terlibat dalam pengasuhan sehari-hari.

Pembagian tugas Ayah dan Ibu, misalnya:
Ayah à manner, sosial, emosi, iman & islam, hapalan surat

Ibu à akademis, tanggung jawab sehari-hari, menerapkan quran dalam sehari-hari

Anak laki-laki usia 7 tahun harus dekat dengan ayahnya. Begitu juga dengan anak perempuan usia 7 tahun yang harus dekat dengan ibunya. Kenapa? Supaya anak laki-laki tumbuh menjadi pria dan anak perempuan tumbuh menjadi wanita. Karena belakangnya ini banyak anak laki-laki yang tumbuh seperti wanita (juga kebalikannya).

Kurangnya peran ayah:
Untuk anak laki-laki à nakal (bisa jadi korban atau pelaku bully), agresif, narkoba, dan seks bebas
Untuk anak perempuan à depresi dan seks bebas

Kewajiban ayah:
1. Menentukan Penanggung Jawab pengasuhan anak di tangan siapa
2. Menyediakan: keuangan, makanan & pakaian, serta rumah & isinya dari sumber yang halal.
3. Menyediakan pendidkan, pelatihan, dan pemantauan
4. Menyediakan perawatan diri, harta, dan benda.
5. Ayah harus: berdialog dengan anak!

Hak ayah:
Dicintai, dihargai, dihormati, diperdulikan, dan dipercaya.

Kewajiban ibu: menyusukan anak sampai 2 tahun. Otak dan tubuh ibu membutuhka, waktu 2 tahun untuk pulih dari kerusakan saat hamil dan melahirkan. Anak yang terlalu cepat disapih akan lebih rentan mengalami kecemasan.

Ibu boleh bekerja di luar, tapi saat bekerja harus punya support system yang baik. Contoh Jane Lubchenco yang bergantian mengurus anak dengan suaminya, atau Sally Conway yang mulai kembali bekerja saat anak bungsu berusia 8 tahun (usia dimana anak bisa ditinggal).

Pilar 3: Tetapkan Tujuan Pengasuhan dan Sepakati

Tujuan pengasuhan yang jelas:
1. Hamba Allah yang taqwa, berakhlak mulia, ibadah sempurna
2. Calon istri/suami
3. Calon ayah/ibu
4. Profesional/enterpreneur
5. Pendidik istri, anak, dan keluarga
6. Penanggung jawab keluarga
7. Bermanfaat bagi orang banyak
Catatan: untuk anak perempuan boleh sampai no. 4 saja, tapi untuk anak laki-laki harus sampai no. 7

Pilar 4: Komunikasi yang Benar, Baik dan Menyenangkan

Kekeliruan dalam berkomunikasi:
1. Bicara tergesa-gesa
2. Tidak kenal diri sendiri
3. Lupa: setiap individu UNIK
4. Kebutuhan dan kemauan BERBEDA
5. Tidak membawa bahasa tubuh
6. Tidak mendengar perasaan
7. Kurang mendengar aktif
8. Bicara menggunakan “12 gaya populer”, yaitu: memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, mencap/melabeli, mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengeritik, menyindir, dan menganalisa.

Jadi saat berbicara dengan anak: tebak perasaan anak, dan alirkan emosinya.

Anak yang terlalu sering dimarahi/dikritik kantong jiwanya akan kempot, yang mengakibatkan anak tidak punya percaya diri, harga diri, dan konsep diri sehingga hal-hal negatif mudah masuk ke dalam anak.

Dalam komunikasi 55% adalan bahasa tubuh, nada suara 38%, dan kata-kata hanya 7%.

Kiat memperbaiki komunikasi dengan anak:
1. Turunkan frekuensi
2. Baca bahasa tubuh
3. Dengarkan perasaan
4. Hindari menggunakan 12 gaya populer

Bicara: Benar, Baik, dan Menyenangkan

Pilar 5: Orang Tua Yang Menanamkan Nilai Agama

Target pendidikan anak ada pada QS 33:35
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Siapa yang mendidik soal agama? AYAH. Ibu berperan menutup atau melengkapi kekurangan ayah. Rubah paradigma dalam mendidik agama: bukan bisa tapi SUKA. Agar anak tidak merasa terbebani dalam belajar agama. Pijakannya: tanggung jawab orang tua akan membentuk dan meninggalkan kenangan, sehingga anak akan paham, tidak terbebani, tidak menolak. Anak akan lebih bahagia.

Jangan serahkan pendidikan agama anak hanya pada sekolah-sekolah IT atau pesantren. Belajar agama harus dimulai dari ayah dan ibu terlebih dahulu. Hal yang sederhana saja dulu: sholat berjamaah di rumah dan ajak anak laki-laki sholat jumat di mesjid.

Pilar 6: Menyiapkan Masa Baligh

Dimulai dari: kesadaran dan kesepakatan bahwa anak adalah amanah Allah.

Sadar akan tanggung jawab pada Allah, gentingnya masalah karena isyu yang berkembang (terutama LGBT), dan anak perlu pendampingan melewati pubertas).

Sepakat: orang tua harus punya concern, commitment, dan continuity. Sediakan waktu dan tenaga.
Harus dibedakan seks dan seksualitas. Seks adalah alat kelamin dan masalah seputarnya, sementara seksualitas adalah all aspects of individuality. Seksualitas ini lah yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Jika tidak sanggup, libatkan juga orang-orang sekitar.

Prinsip dasar mengasuh seksualitas:
  • Orang tua pendidik utama & pertama seksualitas anak à konsekuen dan respect
  • Landasan: agama
  • Keluar dari tabu dan saru
  • Tingkatkan pengetahuan dan keterampilan

Bagaimana mempersiapkannya? Masing-masing orang tua buat daftar, kira-kira apa saja yang perlu dibicarakan. Persiapkan materi sesuai umur masing-masing anak. Bagi tugas, tidak hanya ayah dan ibu, boleh juga dengan orang-orang sekitarnya.

Contoh tabelnya:
No.
Kegiatan
Mentor
Batas Waktu
1
Penjelasan dampak (+) dan (-) gadget
Ibu, ayah
Februari
2
Persiapan baligh
Ayah
April
3
Pornografi, selfie, pacaran
Ibu, mbak
Mei
4
Konsekuensi menjadi orang dewasa
Ayah, ibu
Juni

Yang perlu diperhatikan dalam berbicara dengan anak:
  • Berlatih berbicara
  • Gunakan istilah Al quran
  • Miliki “the courage to be imperfect”. Jangan jaim!
  • Harus konsisten (yang perlu dinegosiasi mana, yang tidak bisa dinegosiasi yang mana)


Pilar 7: Bijak Memanfaatkan Teknologi

1. Jangan latah dan jangan mau didikte anak – orang tua harus punya prinsip!
2. Buat aturan & kesepakatan, jangan lupa harus dikontrol, didampingi, dan dibimbing,
3. Jadilah teladan
4. Dialog dengan anak secara berkala
5. Kendalikan à oleh ayah
6. Buat list mengenai masalah anak à didiskusikan dalam rapat keluarga berkala
7. Perbaiki komunikasi
8. Bicara dengan anak mengenai masalah yang dihadapi à bisa dalam rapat keluarga atau berdua saja dengan anak
9. Sampaikan tentang tujuan pebisnis pornografi dan anak mana yang menjadi target
10. Buat aturan & kesepakatan baru, pendampingan, evaluasi, dan kesepakatan baru lagi. Lalu terapkan.

-----------------------

Sekian. Panjang juga ya ternyata. Di kenyataan pun tadi molor sejam. Yang kali ini lumayan masuk sih, jadi pengen diskusi panjang sama H. PR buat kami berdua dari bu Elly: bahas ransel masing-masing lalu tentukan tujuan pengasuhan. Semangat!

Sunday, November 18, 2018

Mencari Sekolah untuk J#1

Walau pun sekarang TK-nya J#1 ada SD-nya, tetep aja mamaknya gatel pengen survey. Penasaran sama harga dan fasilitas di sekolah lain. Ada sedikit rasa takut kalau sekolah yang sekarang adalah karena keinginan gw, bukan J#1. Memang sih, waktu survey TK dulu sama J#1 dan dia milih sekolah ini karena ada mainan dinosaurs. Sudah 1,5 tahun disini, koq rasanya ada yang ngeganjel gitu. Apalagi di semester 2 tahun ajaran kemarin J#1 sempet mogok hampir 1 semester. Sakit hati gw lihat anak mogok gitu. Langsung merasa bersalah. Langsung takut apa kah karena sekolahnya ga cocok? Atau gw salah penanganan ke anak yang lagi mogok? Atau apa ya? Pengen sih konsul psikolog, tapi H tidak mengijinkan. Katanya ngapain, belum perlu lah. Huks. Andai punya duit sendiri pasti udah langsung konsul psikolog. Apa daya, udah resign jadi ekonomi pun tergantung pada suami. *tutupmuka*

Sempet nanya pas ada kulwap parenting gratisan. Kata psikolognya, mending di assessment dulu, jangan buru-buru pindah sekolah, mana tau hasilnya sama aja. Klo di-assessment dulu jadi tau kan tipe anak seperti apa, tipe skolah yang cocok untuk anak kaya apa. Tapi berhubung sama H ga boleh konsul psikolog, yaudah gw analisis sendiri aja.

Menurut hasil analisis sotoy gw sih ada dua kemungkinan. Yang pertama anak ini panasnya lama. Makin kesini sekolahnya suka telat, tiap masuk kelas pasti disambut sama temen-temennya. Nah anak ini dari bayik ga suka banget perlakuan kaya gitu. Jalan satu-satunya ya harus ke sekolah lebih awal. Kemungkinan kedua, hapalan surat dan baca iqro. Kalau semester awal dia masih semangat, hapalan surat masih lancar, iqro juga lancar. Masuk semester kedua mulai ga mau sama sekali. Sholat juga jadi ga mau. Berdoa aja sama sekali ga mau. Kalau gw baca doa atau baca surat dia langsung tutup telinga. Huks sedih deh. Nah analisis kedua ini gimana penanganannya ya?

Untuk analisis pertama, setelah dicoba masuk lebih awal memang berhasil, dia semangat banget ke sekolahnya. Tapi untuk analisis kedua belom berhasil banget sih. Kemarin sempet dicoba pake hadiah mainan. Mayan bisa untuk baca iqro. Baca doa udah mulai mau. Hapalan surat yang menyerah, dan sholat juga susah. Sampai sini gw bingung dah gimana caranya. Apa iya sekolahnya terlalu berat untuk urusan agama? Gw jadi khawatir nanti pas SD gimana, mana syarat lulus SD-nya khatam quran sampai 3x. Mungkin dia cocoknya sekolah yang santai?

Makanya, gw memutuskan untuk coba survey sekolahan lagi. Udah ada beberapa SD inceran sih. Pengennya survey sama J#1 dan H, tapi nampak ga mungkin. J#1 kan sekolah, H jauh, masa disuruh bolos? :/ Yaudh paling gw sendirian, eeh ditemenin J#2 deng :P

Friday, November 16, 2018

Backstreet Dads

Terharu banget ini sekarang Backstreet Boys semua udah punya anak. Dari mereka masih piyik (eh Nick doang sih yang piyik dulu :P), sampe sekarang udah jadi bapak-bapak, mereka masih beredar aja gitu. Sayah sebagai BSB-#1-fans sekecamatan Sukajadi merasa bangga karena ga salah pilih boyband idola. Dari gw SMP sama mamak-anak-dua masih bisa nikmati lagu barunya mereka.

Ga mau panjang lebar, gw cuma mau nyimpen artikel di mari. Abisnya emessssh! This is too adorable! Lihat mereka foto sama anaknya masing-masing. Eeeh kecuali Brian deng. Anaknya Brian, Baylee, kata lagi sibuk makanya ga ikut foto. Padahal menurut analisis sotoy gw Baylee emang ga mau ikutan soalnya dia merasa gede sendiri, ahahahah.. Lha iya, Brian nikah muda siiih.. Anaknya udah 16 taun sekarang, sementara yang laen masih masih usia SD dan bayik. Jadi kalau mau diurut dari yang paling tua: Baylee Littrel (2002), Mason Richardson (2007), James Dorough (2009), Ava Mclean (2012), Holden Dorough (2013), Maxwell Richardson (2013), Odin Carter (2016), dan terakhir Lyric Mclean (2017).

Yaudah dibaca aja artikelnya, dan sila ditonton videonya juga..

Emeshhh kan liatnyaaa.. :p (Sumber foto dari pinterest)
Btw, they should change their group name to Backstreet Dads 😁😁😁

Thursday, November 15, 2018

Sharing Seminar Parenting (Part 2)

Alhamdulillah tahun ini diberi kesempatan lagi dari buibu kantornya H untuk mengikuti seminar parenting gratis! (mamakgober mode ON)

Kali ini pengisinya DR. Aisha Dahlan. Sama dengan seminar parenting 2 tahun yang lalu, gw dibuat meneteskan air mata juga. Bedanya, klo dulu shock dengan kenyataan di luar sana yang menyeramkan dan inget anak di rumah, yang sekarang nangisnya gara-gara ketawa melihat tingkah laku bu Aisha dalam membawakan materi parenting ini. Duh gemes gw sama si ibu, lucuk banget! Hihihihihi..

Judul seminar dari panitia tahun ini adalah Bahaya Gadget Terhadap Interaksi Antara Orang Tua, Anak, dan Lingkungan Sekitar. Pas awal seminar ibu Aisha bilang, "bener ga nih bahaya? Atau hanya berbeda persepsi."

Beliau lalu memberikan contoh saat pertama kali alfabet diciptakan, anak-anak mudanya pada saat itu jadi suka menulis pada batu. Kemana-mana bawa batu untuk dibaca atau menulis. Para orang tua kesal karena anak-anak kerjanya menundukkan kepala, membaca batu. Merasa kenal dengan situasi seperti ini? Padahal alfabet tidak salah. Malah berguna sekali. Kalau alfabet tidak perncah diciptakan, apalah kita sekarang ini.

Sama seperti gadget, tujuan gadget diciptakan bukan untuk merusak tapi untuk membantu. Salah atau tidaknya bagaimana kita yang menggunakannya. Kita tidak bisa melawan era, mari bijaksana. Makanya, ibu Aisha mengganti judul seminar parentingnya: "Menjadi Orang Tua Bijak Di Era Milenial."

1946 – 1964 : Generasi Baby Boomer
1965 – 1979 : Generasi X
1980 – 1994 : Generasi Y atau Generasi Milennial
1995 – 2012 : Generasi Z
2012 – 20xx : Generasi Alpha

(Jadi sebenernya generasi milennial itu gw ya, bukan para abege jaman now :P)

Generasi Milennial dan Generasi Z merupakan generasi yang teknologi informasinya maju dengan pesat. Hal ini yang mengakibatkan banyaknya permasalahan yang timbul dengan generasi sebelumnya.

Sebagai ibu dan istri, kita harus membuat rumah aman dan nyaman. Caranya? Senyum. Apapun yang terjadi. Karena jika rumah tidak nyaman, anak akan keluar dari rumah dan disambut dengan musuh-musuh yang mengintai seperti LGBT, narkoba, tawuran, bully, dan lain-lain. Tapi jangan takut, musuh-musuh itu tidak usah ditakuti. Yang harus kita lakukan hanyalah membuat anak nyaman berada di rumah.

“Anak biasanya memberi tanggapan/reaksi yang lebih baik bila diberi senyum dan diajak biacara dengan sikap hangat dan penuh kasih sayang.” – Dr. Burstein dalam buku Dr. Burstein’s Book on Children.

Kalau susah senyum lakukan tarik napas panjang (bisa berkali-kali), dan ucapkan istighfar, untuk melepas CO2 dan memasukkan kembali O2 ke dalam otak agar kita bisa berpikir dengan jernih dan emosi berkurang. (Catatan: kata ibu Aisha lakukan lah dengan cantik :D)

Manusia yang merasa bersalah, jika disambut dengan negatif maka akan memunculkan mekanisme pertahanan diri dengan berbohong. Sebaliknya jika disambut dengan senyuman maka otomatis akan berkata jujur. Misal: anak pulang larut malam lalu kita sebagai ibu marah-marah, maka ketika ditanya dia kemungkinan besar akan berbohong. Makanya, harus selalu disambut dengan senyuman supaya anak nyaman dengan kita.

Hati-hati dengan kata-kata. Hindari juga kata-kata negatif seperti “tidak” atau “jangan” karena kata-kata ini tidak akan terekam ke dalam otak.

Misal:
“Kamu itu kalau main game online lamaaaa banget!” à yang terekam adalah main game lama
“Kamu itu kalau main game online jangan lama-lama yaaa!” à yang terekam adalah main game lama

Maka dari itu, sebelum memberikan instruksi/peraturan kepada anak, pikirkan baik-baik apa yang ingin kita sampaikan kepada anak. Untuk contoh di atas, kita ingin anak main game tidak terlalu lama, maka kita batasi sampe berapa lama anak boleh main game online.

Jadi, instruksi yang tepat adalah:
“Kamu main game 2 jam aja ya!” à yang terekam adalah main game hanya 2 jam

Harus diingat: kata-kata yang diulang-ulang sampai 3x atau lebih akan terekam di dalam sistem.

Laki-laki tidak sama dengan perempuan. Tuhan memberi program yang berbeda pada otak laki-laki dan perempuan. Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah:

1. Kemampuan bahasa

Kemampuan bahasa pada laki-laki hanya ada di otak kiri, sedangkan pada perempuan ada di otak kanan dan kiri. Karena hal itu, maka laki-laki ‘hanya’ punya stok 7.000 kata/hari, sedangkan perempuan punya 20.000 kata/hari. Jadi jangan baper kalau anak laki-laki/suami pas ditanya pulang sekolah/kantor diem aja atau di-wa panjang lebar hanya balas dengan 1 kata karena stok kata mereka sudah dihabiskan di sekolah/kantor.

2. Corpus collosum

Corpus collosum ada bagian dari otak yang menghubungkan otak kanan dan kiri. Pada perempuan, bagian ini lebih tebal 30% daripada laki-laki. Hal itu menyebabkan otak kanan dan kiri pada perempuan dengan mudah dapat terhubung, makanya perempuan lebih bisa multitasking daripada laki-laki. Akan tetapi, efek samping dari multitasking ini adalah perempuan rata-rata sulit untuk membedakan arah, makanya perempuan tidak bisa membaca peta. Hanya 8% dari perempuan yang bisa membaca peta.

Pada laki-laki, dengan bagian corpus collosum yang lebih tipis mengakibatkan otak disusun untuk memusatkan perhatian, dan dalam keadaan fokus tersebut kemampuan pendengarannya menurun. Jadi laki-laki hanya bisa mengerjakan satu pekerjaan pada satu waktu.

Makanya sangat susah untuk memanggil anak laki-laki/suami saat mereka sedang fokus dengan sesuatu, misalnya gadget. Tidak perlu marah. Mereka baru akan merespon setelah 3-5x panggilan. Jika ingin cepat direspon coba dicolek aja. :D

3. Kontak mata

Anak perempuan sangat suka dengan wajah, saat kita berbicara mereka suka kalau kita melihat wajah dan berkontak mata dengannya. Makanya, anak perempuan lebih suka melihat video tutorial dibandingkan video tentang benda. Sedangkan anak laki-laki tidak suka dengan kontak mata. Mereka lebih bereaksi pada benda.

Jadi saat berbicara dengan anak perempuan, selalu tatap matanya. Sebaliknya jika berbicara dengan anak laki-laki/suami lakukan sambil mengerjakan pekerjaan lain supaya mereka bisa fokus kepada kita.

4. Sudut pandang

Penglihatan perempuan diciptakan lebih lebar dari pada laki-laki tapi lebih pendek, makanya perempuan lebih cocok berada di rumah. Sedangkan penglihatan laki-laki diciptakan lebih panjang daripada perempuan tapi lebih sempit, makanya laki-laki cocok untuk di luar ruangan, seperti berburu.

Makanya, saat berbicara dengan anak laki-laki/suami, duduk atau berdirilah tepat di depannya.

5. Otot wajah

Perempuan berespon secara emosional setelah 2,5 detik dan bisa sangat ekspresif (cenderung berlebihan), sedangkan laki-laki berespon hanya dalam 0,2 detik tapi emosi wajah tersembunyi. Misal: saat anak jatuh, Bapak bisa lebih cepat merespon daripada Ibu, walau dengan muka datar. Sementara Ibu biasanya lebih panik dan emosional saat melihat anaknya jatuh.

Dalam 1 percakapan, perempuan bisa berganti-ganti ekspresi sebanyak 6x, sementara laki-laki hanya punya 1 ekspresi. (Sekali lagi, jangan baper ya buibu kalau suaminya ga ngerespon, memang pada fitrahnya mereka cuma punya 1 ekspresi :P – Ibu Aisha.)

7. Hipotalamus

Hipotalamus adalah bagian otak yang mengatur fungsi fisiologis seperti nafsu makan dan seks. Bagian hipotalamus pada laki-laki 2,5x lebih lebar dari hipotalamus perempuan. Makanya anak laki-laki/suami yang sedang kelaparan susah diajak berbicara.

Saat ingin berbicara serius dengan anak laki-laki atau suami: hindari kontak mata (karena mereka tidak suka kontak mata), jangan dilakukan pada malam hari (stok kata-katanya sudah habis kalau malam), dan jangan lakukan saat perut kosong (berhubungan dengan hipotalamus).

Dan karena kemampuannya yang fokus dalam satu-pekerjaan-satu-waktu dan ekspresi yang cenderung tersembunyi ini lah, anak laki-laki dan suami yang baru pulang tidak bisa ditanya. Mereka baru bisa ditanya setelah 10 menit datang di suatu tempat. (Sabar ya ibu-ibu ;D – Ibu Aisha).

Q&A

Berapa usia yang tepat untuk memberi gadget pada anak?
Sebagai orang tua di era milenial, jangan jauhkan anak-anak pada gadget. Tidak selamanya gadget mempunyai dampak buruk pada anak. Kenalkan tapi batasi. Usia 2 tahun sudah boleh dikenalkan pada gadget, tapi ingat harus dibatasi. Buat kesepakatan dengan anak kapan dan berapa lama dia boleh memakai gadget.

Bagaimana menghadapi anak yang tantrum?
Lihat QS Ali Imran ayat 159:
“Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulan mereka menjauhkan dari sekitarmu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam sesuatu urusan. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal.”

Jadi jika anak tantrum hal pertama yang harus dilakukan adalah:
  • Bersikap lemah lembut (meminta rahmat Allah0
  • Maafkan anak
  • Mohon ampunan bagi anak
  • Berbicara pada anak, buat/ingatkan kesepakatan (ingat: cara berbicara dengan anak laki-laki dan anak perempuan berbeda)
  • Jangan ragu, tetapkan hati pada hasil musyawarah


Bagaimana membuat quality time dengan keluarga tapi suami tetap fokus pada gadget dan pekerjaannya?
Laki-laki pada fitrahnya adalah kepala keluarga yang ingin melindungi keluarganya. Fokus pada pekerjaan adalah salah satu upaya suami dalam melindungi ekonomi keluarga. Saat hal ini terjadi, beri ruang pada suami biarkan dia menyelesaikan pekerjaan. Setelah itu baru lanjutkan quality time dengan keluarga.

Ibu Aisha juga berpesan, hal yang bikin pasangan berantem adalah ketidaktahuan akan perbedaan laki-laki dengan perempuan. Terima perbedaan itu, tarik napas panjang jika sedang kesal, dan jangan lupa untuk selalu tersenyum. :)

Friday, November 09, 2018

What Are The Chances

I'm soooooo in love with this Backstreet Boys' new song and video. Great song, great lyrics, and really great music video!

Terharu banget deh nonton videonya, keren abis! Ini bapak-bapak masih pada ganteng aja sih! 😍😍😍😍😍

Untuk merayakan 9 November keluarnya lagu dan video ini, langsung gw posting di blog deh! Selamat menikmati!

PS: Terima kasih Backstreet Boys, gw jadi suka lagi sama bulan November. ;)

----

Chances - Backstreet Boys

what if I'd never run in to you what if you'd never smiled at me what if I hadn't noticed you too and you’d never showed up where I happened to be whats a girl like you doing in a place like this on quiet night what are the odds what's a guy like me doing in a place like this could have just walked by who would've thought what are the chances that we'd end up dancing like two in a million like once in a life that I could have found you put my arms around you like two in a million like once in a life what are the chances what if I hadn’t asked for you name and time hadn’t stopped when you said it to me of all of the plans that I could’ve made of all of the nights that I couldn’t sleep whats a girl like you doing in a place like this in a crowded room what are the odds what's a guy like me doing in a place like this getting close to you who would've thought what are the chances that we'd end up dancing like two in a million like once in a life that I could have found you put my arms around you like two in a million like once in a life what are the chances Is it love Is it fate Where it leads who can say Don’t know exactly what it means Is it love Is it fate Where it leads who can say Maybe you and I were meant to be what are the chances that we'd end up dancing like two in a million once in a life that I could have found you put my arms around you like two in a million once in a life what are the chances

Monday, September 10, 2018

Alone, Again.

Udah ketauan banget kalau gw mulai nulis di blog tandanya gw kesepian dan galau. *miris

Iya, rasanya sepi. Tapi gtau mau curhat sama siapa, ngomong apa.
Iya, ngerasa sendiri. Tapi gtau mau ngapain, sama siapa.
Ada beberapa hal yang ga gw ngerti. Tapi gtau mau nanya ke siapa, mulai dari mana.
Ada beberapa hal yang mau gw tanya. Tapi takut salah mengira, gw yang sensyong.

Mulai merasakan ketakutan itu lagi.
Mimpi buruk beberapa tahun lalu sampe pengen lari.

Insting gw ga pernah salah.

Mau bodo amat tapi ga kepikiran.
Mau gw cuekin tapi ga bisa.

Rasanya semakin jauh.
Cape hati.





I think we start growing apart.